Pages

Ads 468x60px

Pengunjung

Sabtu, 28 Januari 2017

Salahnya di Mana?


Siapa yang nggak suka menghabiskan waktu senggang bersama keluarga atau teman-teman? Oh ya, sama kamu juga aku pengin banget, tapi belum kesempetan lagi huf. Gua selalu menanti-nanti momen itu, apalagi saat lagi ribet-ribetnya sama rutinitas sehari-hari (sumpah padahal mah ngampus sama magang doang hehe, gak sibuk anjir). 

Semenjak kuliah dan magang, gua bener-bener ngerasain yang namanya the power of weekend! Sabtu dan Ahad (Ibu gua bilang, sebaiknya Ahad, dia baca dari  pesan berantai di WhatsApp. Jangan mau dibodohi, katanya gitu. Yauda daripada nama gua dihapus dari Kartu Keluarga, ribet entar).

Dua hari ini jadi hari yang paling gua idam-idamkan. Bukan, bukannya mau main atau liburan. Mau tidur bangun Dhuhr gua, sumpah. Tapi iya, gada duit juga sih, emang. Kamu, gak ajak-ajak aku nonton sm KFC-an sih :( Balik lagi. Tahun ini gua memasuki usia 21, yang menurut para pakar Psikologi, masa-masa ini merupakan akhir dari fase remaja. 

Awal-awal gua menyadari ini, kaget sih, sampe latah-latah kayak Mpok Ati gitude. Gua pun mulai memikirikan beberapa hal yang belum terlintas di pikiran gua: pekerjaan, pasangan, dan masa depan (oke, jangan muntah). Jika menurut pembaca yang baik dan budiman it's too late, mohoh dimaafkan hamba yang penuh dosa ini :( Tapi begitulah yang gua alamin. 

Biasanya, saat weekdend itulah gua mulai membahasnya secara terbuka. Kalau lagi bahas soal masa depan, bareng keluarga, paling berkesan itu pas sama Ibu atau Kakak gua. 

"Nanti uang gaji mau buat kasih orang tua (basa-basi lah, depan orangtua kan), sisanya buat nabung beli rumah. Jadi abis nikah bisa langsung pindah," bicara gua sotoy kayak orang mabok narkoba gorila.

Kemudian Ibu gua menyambar dengan pernyataan yang bisa dibilang sebagai sanggahan. Seperti kebanyakan orangtua, khususnya yang punya anak perempuan, menurutnya, hal itu bukan jadi persoalan yang seorang perempuan harus pikirin (if you know what I mean). Sampe sekarang gua masih mikir, letak salah dari pernyataan gua tadi di mana.

Gua emang berencana mau punya rumah sebelum berkeluarga (GOKS, UANG PARKIR AJA MASIH MINTA SAMA ORANGTUA!). Tapi menurut gua, setiap orang berhak punya rencana, masalah terwujud atau enggak itu urusan Yang Maha Esa. Gua cuma berangan-angan supaya paling minimal, setelah gua berkeluarga nantil (aamiin), kehidupan keluarga baru gua nggak jadi beban buat siapa pun (anjish). Bukankah sebuah tujuan yang mulia? Eaa udah masuk kategori calon isri dan menantu idaman belum, gua? Iya, tepat sekali, belum memang, makasih.

Pemikiran ini tentunya bukan tanpa alasan. Belajar dari pengalaman Kakak gua yang udah menikah sejak kurang lebih lima tahun lalu. Setelah nikah, dia dan suaminya emang belum punya hunian tetap. Mereka menyewa sebuah rumah untuk jangka waktu dua tahun. 

Tapi setelah itu, mereka memutuskan untuk tinggal di Asrama Polantas di daerah Condet. Paling nggak, ini bisa menghemat biaya hidup daripada harus nyewa rumah terus-terusan. Sekarang, mereka lagi gencar-gencarnya cari hunian tetap. Dan gua baru sadar, sekarang harga tanah mahal beth.. Astaghfirullah haha. 

Saat ini, susah betul cari tanah atau rumah yang sesuai harapan dan kantong lol. Rumah adalah tempat tinggal bagi keluarga untuk jangka panjang. Ada banyak banget aspek yang perlu dipertimbangin, kalau nggak percaya, googling deh. Mengetahui hal ini, tercetuslah keinginan itu.

Kalau hari ini harga satu meter tanah Rp2000, misalnya, tiga atau empat tahun yang akan datang, kemungkinan harga ini bisa membelah diri menjadi beberapa kali lipat. Sebenernya ini bukan murni gua yang mencetuskan sih, tapi Ibu dan Bapak gua berkali-kali mendengungkan pernyataan itu. Terlalu sering gua denger, sampe munculah hasrat itu.

Apakah kalau gua punya pemikiran yang sama dengan mereka itu salah? Selain bahas tempat tinggal masa depan, akhir-akhir ini, gua juga sering ngbahas soal anak bareng Ibu dan Kakak gua. ini karena Kakak gua baru aja ngelahirin putri ke-2nya tiga bulan lalu. Di usianya yang Februari, ini insya Allah menginjak 29, Kakak gua udah udah punya dua orang putri.

Dia nikah di usia24 tahun. Iya, sekarang gua udah 21 tahun, nggak apa-apa, kali aja pembaca lupa. Kakak gua adalah anak perempuan pertama dari dua adik perempuannya. Kebayang nggak, lahir sebagai anak perempuan, memiliki dua adik perempuan, dan sekarang dia punya dua anak perempuan. Nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan? 

Lucu aja, kalau lagi ngumpul dua keluarga, berisiknya udah kayak asrama putri. Nyeletuklah gua dalam suatu hari. 

Yang bener itu kira-kira yang mana, kromosom X dari keluarga kita yang domina atau gimana?” tanya gua ke Ibu gua.

Sebelum Ibu gua menjawab, gua langsung melanjutkan, “Berarti nanti, kalu gak cari suami yang kromosom Y-nya dominan, atau pakai ritual-ritual gitu deh biar anaknya laki-laki.” 

Ibu gua pun menanggapi santai sambil makan pepaya, buah kesukaannya, “Pacar aja dulu, ngapain ngomongin anak.

Selesai
 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates