Ada berita apa hari ini? Jika dihadapkan dengan pertanyaan diemikian, apa
yang akan segera kamu lakukan? Apakah itu membeli harian atau koran, memantau
berita di televisi, mendengarkan frekuensi berita di radio, atau justru
mengakses ponsel pintar untuk terhubung dengan koneksi atau jaringan internet
dan menggali informasi di dalamnya?
Bisa saya pastikan, pilihan kamu akan jatuh pada opsi terakhir, yaitu
memanfaatkan smart phone-mu yang serba bisa. Apalagi jika kamu merupakan
generasi nineties atau milenium. Wajar memang, cara ini menang sah dan
terbilang sangat sederhana bagi sang pemburu informasi berupa berita. Sederhana
karena dalam sekali berselancar di internet, kamu bisa mengantongi banyak
informasi dari media online.
Informasi yang kamu miliki juga tidak akan terpaku pada berita yang sedang
viral, namun kamu juga bisa mengakses kembali berita yang tidak lagi aktual.
Lebih luas lagi, berita pada media online juga akan memanjakanmu dengan ragam
sudut pandang atau angle berita. Mulai dari kelas biasa saja, hingga yang
sangat unik. Perlu dipertegas, semua kemudahan ini bisa kamu raih di mana dan kapan
saja, selama kamu tersambung dengan koneksi internet.
Kendatipun demikian, pernahkah kamu berada pada rasa tidak terpuaskan atas
sajian berita yang di-upload beberapa media online? Misalnya, kamu menemui
kerancuan atau bahkan ksalahan atas content berita online. Jika kerancuan atau
batas kesalahan masih pada batas wajar, seperti kesalahan pada tanda baca, ada
kemungkinan poin yang cukup tak kasat mata ini bisa lolos keberadaannya oleh
pantauan pembaca.
Selanjutnya ada karakteristik media online yang mungkin jarang sekali
disadari para pembacanya. Selain yang sudah kita bahas, yaitu kecepatan waktu,
ciri lainnya ialah hiperbola atau berlebihan. Sebenarnya, ciri ini sangat mudah
dideteksi. Judul-judul pada berita media online inilah yang menjadi alat tempur
untuk membidik sasaran, dalam hal ini pembaca atau netizen.
Meski banyak yang mengaku tertarik membaca berita di media online, tidak
sedikit pula yang merasa apes dan dirugikan sebab telah membuang waktu percuma.
Fenomena ini mencuat lantaran bunyi judul yang demikian menarik dan mencolok
tidak diikuti dengan body berita yang mampu menunjang peran judul. Alhasil,
ekspektasi pembaca yang tinggi seketika akan berubah, hancur berantakan.
Sebagai contoh, sebuah media online asal Makassar menciptakan judul berita
yang memojokkan Kaesanh Pangarep, putra Presiden RI JokonWidodo. Pada judul,
Kaesang dilabeli penulis sebagai anak yang durhaka kepada ayah kandungnya
sendiri. Namun, yang terjadi sebenarnya pada body berita, tidak ditemukan sama
sekali bukti yang menguatkan bahwa Kaesang merupakan seorang anak durhaka,
apalagi kepada orang nomor satu di Indonesia itu.
Yang terjadi sebemarnya iyalah, tanggapan Kaesang berupa guyonan kepada
Jokowi di media sosial Instagram. Kaesang bahkan meminta izin terlebih dahulu
ke Jokowi dengan kata-kata sopan sebelum melontarkan guyonan yang menyenutkan
kata "kecebong" di dalamnya. Memang tidak ada tanggapan terkait
berita yang "tidak berisi" itu, karena media terkait tidak
memfasilitasi pembaca, baik dengan kolom kritik ataupun saran.
Jika ditinjau dari pengertian kata berita, teknik penulisan berita dengan
mengedepankan sensasi seperti demikian, merupakan suatu perbuatan penyelewengan
terhadap suatu pekerjaan, yaitu Jurnalis. Dalam praktiknya, menjadi seorang
wartawan online memang susah-susah gampang. Seorang wartawan online harus
bekerja keras dengan waktu yang tidak boleh terhenti walau hanya sedetik.
Inilah kemudian yang menjadi tantangan terbesar seorang wartawan online.
Dalam waktu yang sesingkat-singkatnya ia harus berperang dengan waktu dan
kata demi kata untuk menghasilkan karya Jurnalistik yang mampu memikat
perhatian penbaca. Untuk itu, seharusnya, apabila ingin tetap mengedepankan
teknik penulisan berita yang mengandung sensasi, terutama pada judul, ada
baiknya jika diikuti dengan isi berita yang menunjang.
0 komentar:
Posting Komentar